Cerita Prasmul
Adi Lingson: Menjawab Tantangan Dunia Perkapalan Indonesia – Alumni Success Story

Adi Lingson: Menjawab Tantangan Dunia Perkapalan Indonesia – Alumni Success Story

Sebagai sebuah negara maritim, dunia kelautan Indonesia rupanya masih menyimpan segudang permasalahaan. Salah satu yang menonjol adalah mahalnya harga kapal kayu bagi para nelayan. Penggunaan kayu yang semakin terbatas ketersediaannya, ongkos produksi yang melonjak akibat minimnya efisiensi, serta mahalnya biaya impor menjadi beberapa faktor yang menyebabkan harga kapal nelayan di Indonesia menjadi tinggi. 

Kapal berbahan dasar baja dinilai lebih ramah lingkungan karena tidak merusak hutan, lebih tahan lama, dan rangkanya masih bisa didaur ulang saat sudah tidak terpakai. (Sumber foto: Juragankapal.co.id)

Adi Lingson dan ketiga temannya menjawab permasalahan tersebut dengan menciptakan kapal nelayan berpelat datar dan berbahan dasar baja. Alasannya, pelat kapal yang datar dinilai lebih stabil saat berada di lautan. Selain itu, penggunaan baja juga menurunkan manufacturing cost kapal sebanyak 50% serta mempersingkat proses pengerjaannya menjadi sebulan saja. 

Juragan Kapal: Ketika Arsitek Kapal Nekad Berbisnis

ki-ka: Primadya Prima, Muhammad Faishal, Sanlaruska Fathernas, dan Adi Lingson — Keempat pendiri Juragan Kapal

Adi Lingson dan rekan-rekannya mulai merumuskan rancangan Juragan Kapal di tahun 2011, saat mereka masih duduk di semester 7 perkuliahan. Di tahun 2014, perusahaan ini resmi didirikan dengan ditandai dengan dibuatnya prototipe kapal angkutan penumpang berkapasitas 30 orang yang dioperasikan di Danau Kenanga Universitas Indonesia. 

“Tapi setelah Juragan Kapal diresmikan, mentor kami sadar bahwa salah satu dari kami harus ada yang berkuliah bisnis,” ungkap Adi. “Kami semua hanya ngerti merancang kapal, tapi nggak paham cara menjualnya.” Selama beroperasi, Adi dan ketiga temannya merangkap jabatan sebagai finance, marketing, dan operation officer bermodalkan ilmu seadanya.

Akhirnya Adi lah yang “bertugas” kembali ke bangku perkuliahan untuk memahami seluk beluk dunia bisnis. “Saya ingin bisa membuat keputusan dan strategi bisnis berdasarkan ilmu, bukan hanya intuisi,” jelasnya. 

Kuliah Full Time + Bekerja Full Time = Sangat Menantang!

Adi memilih Prasetiya Mulya atas dasar rekomendasi mentor bisnisnya. “Dibandingkan kampus manajemen lain, mentor saya bilang bahwa Prasmul itu lebih banyak prakteknya. Itu yang akan buat ilmunya lebih meresap,” ujarnya. 

Bekerjasama dengan PT. Flomabor merupakan salah satu milestone Juragan Kapal dalam mengembangkan sayap ke Indonesia Timur

Berkuliah regular sembari bekerja, menurut Adi, sangat membantunya menciptakan pandangan yang komprehensif akan bisnis, “Karena apa yang saya pelajari di dalam kelas, bisa langsung saya terapkan di dunia nyata,” jelas Adi. “Tapi, yang paling sulit dari berkuliah reguler di Prasmul adalah banyaknya project yang harus dikerjakan secara berkelompok.”

Adi masih ingat jelas bagaimana namanya terancam dikeluarkan dari kelompok jika ia tidak ikut berkumpul dan berdiskusi. “Padahal waktu itu saya ada undangan makan malam dengan Menteri, dan akhirnya saya batalkan,” ungkapnya. Namun, pengalaman paling memorable bagi Adi adalah ketika ia tidak dipilih kelompok manapun di kelas, “Saya terkenal sering membatalkan kerja kelompok, jadi teman-teman takut tugasnya akan terganggu.”

Adi Lingson saat memaparkan model rancangan kapal di hadapan menteri Mohamad Nasir di tahun 2019

Meski berat, pengalaman tersebut mengajarkan Adi untuk lebih bertanggung jawab dan menjadi team player yang lebih baik. “Saya sadar bahwa Juragan Kapal adalah kepentingan pribadi saya, dan seharusnya saya tidak mencampuradukkannya dengan kepentingan kelompok.”

Juragan Kapal dan COVID-19

Menghadapi COVID-19 ini, Adi mengaku bersyukur pernah mengenyam pendidikan bisnis. “Saya jadi memiliki konfigurasi berpikir baru yang membuat saya lebih adaptif menghadapi perubahan situasi yang seketika menjadikan strategi lama perusahaan tidak relevan lagi,” jelasnya.

Kondisi Juragan Kapal memang masih cenderung lebih baik dibandingkan kondisi industri perkapalan secara keseluruhan. Namun, Adi tak mau terlena. “Kami kini masuk dalam survival mode dengan melakukan penghematan disana-sini dan mempersiapkan plan A, B, C, D. Harapannya, meskipun kami tidak mengalami pertumbuhan revenue, minimal tidak  terjadi penurunan.”

Di akhir perbincangan, Adi mengajak sesama pengusaha untuk berusaha menghadapi keadaan dengan tenang. “Menghadapi COVID-19 sebagai pebisnis memang berat, sangat berat,” ujar Adi penuh empati. “Tapi mungkin ini waktunya kita untuk belajar lebih banyak lagi dan memikirkan masa depan secara serius. Jika kita berhasil melewati ini, ke depannya kita akan menjadi pebisnis yang lebih kuat.”

Witha Shofani

1 comment

Translate »