Cerita Prasmul
[Wisuda Prasetiya Mulya] Peluang Maritim Menjadi Bisnis Global

[Wisuda Prasetiya Mulya] Peluang Maritim Menjadi Bisnis Global

Perairan Indonesia yang semakin “bersih” dari tindak pencurian ikan berkat regulasi
kemaritiman yang tegas membuat kita tersentak. Ternyata selama ini, Indonesia telah banyak dirugikan hingga triliunan rupiah akibat pencurian ikan. Padahal, potensi besar tersimpan dalam perairan Indonesia.

maritim2

Keunggulan potensi “biru” ini dibuktikan oleh owner dan CEO KML Food (PT Kelola Mina
Laut) Mohammad Nadjikh. Dalam Wisuda STIE Prasetiya Mulya Selasa (9/12) lalu, Nadjikh membagikan pengalamannya dalam berbisnis di dunia perikanan sejak 1994.
Potensi Indonesia sudah selayaknya mengundang decak kagum. Indonesia mendapatkan
predikat sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas perairan laut mencapai 5,8 juta kilometer persegi dan garis pantai sepanjang 91.181 kilometer.

DSC_Ir. Mohammad Nadjikh (5)
Mohammad Nadjikh saat berbicara di hadapan wisudawan Prasetiya Mulya

 

 

 

 

 

 

 

 

Menurut laporan Year Book 2009, Indonesia menjadi salah satu negara produsen perikanan dunia. Hingga 2007, produksi perikanan tangkap Indonesia berada pada peringkat ketiga dunia. Dengan luas perairan laut yang dominan, ada prospek cerah dalam pengembangan bisnis perikanan dan kelautan. Diperkirakan bisnis dari sektor ini mencapai 82 miliar dollar AS per tahun. Sebagai gambaran, potensi perikanan tangkap sebesar 15,1 miliar dollar AS per tahun, potensi budidaya laut 46,7 miliar dollar AS, potensi budidaya tambak 10 miliar dollar AS, potensi budidaya air tawar 5,2 miliar dollar AS, potensi perairan umum 1,1 miliar dollar AS, dan potensi bioteknologi kelautan sebesar 4 miliar dollar AS.

Perbandingan
Nadjikh mengungkapkan, salah satu negara dengan aktivitas penangkapan ikan terbesar
di dunia adalah Tiongkok. Sementara itu, Norwegia yang kondang akan ikan salmonnya justru mempunyai jumlah nelayan sangat sedikit.

“Di Norwegia, jumlah nelayannya tidak sampai 100 orang, tetapi teknologi pengolahan
perikanannya sudah maju. Rata-rata, kawasan perairan Eropa hanya memiliki sedikit spesies ikan, tetapi sekali panen, jumlahnya bisa banyak. Indonesia punya banyak jenis ikan, tetapi saat panen, jumlahnya sedikit. Sepertinya kita kewalahan memilih jenis ikan yang berpotensi dikembangkan,” ungkap Nadjikh.

Nadjikh menuturkan, untuk mengelola sektor kelautan dan perikanan di Indonesia,
dibutuhkan suatu grand strategy. Grand strategy ini melibatkan pihak pemerintah, pengusaha, dan masyarakat. Implementasi regulasi yang tegas terhadap tindak pencurian ikan yang dikeluarkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti merupakan langkah awal.

Selanjutnya, dibutuhkan regulasi lain untuk mengatur pengelolaan perikanan Indonesia, pembangunan infrastruktur, pengamanan perairan kelautan, dan sebagainya.
Pembangunan industri kelautan dan perikanan di Indonesia memang membutuhkan
biaya yang cukup besar. Nadjikh menyarankan agar perbankan semakin terbuka sebagai salah satu jalur pendanaan dalam pengembangan bisnis pengelolaan perikanan.

Perusahaan yang mengelola perikanan juga diharapkan memiliki hati atau peduli dengan masyarakat sekitar. Misalnya, menjalankan perusahaannya dengan metode partnership.
“Pengusaha perikanan juga sebaiknya jangan bermental sebagai ‘pedagang’, yang cuma
asal tangkap dan jual. Orang harus berpikir secara industri, artinya, orang yang berbisnis ikan harus memikirkan tidak hanya profit, tetapi juga bagaimana cara memberdayakan
masyarakatnya,” kata Nadjikh.

Lebih lanjut, Nadjikh menuturkan bahwa mental “pedagang” ini rata-rata dimiliki banyak
nelayan di Indonesia. Akibatnya, nelayan tidak berkembang. Masyarakat pun menganggap bahwa profesi nelayan tidak menjanjikan. Pola pikir semacam inilah yang perlu diubah. Dengan potensi kelautan dan perikanan Indonesia yang sedemikian besar, seharusnya profesi nelayan bisa memberikan masa depan yang lebih baik.

“Kepepet”
Berbisnis di dalam sektor perikanan sebenarnya menjanjikan. Nadjikh sendiri merupakan pengusaha yang mengelola potensi perikanan di bawah bendera KML Food. Bisnisnya bermula dari pengelolaan ikan teri. Dari ikan teri, lulusan IPB ini menjajal berbisnis ikan, kemudian udang, dan rajungan. Ia juga memberikan nilai tambah pada produk-produknya. Dari ikan segar, bisnis Nadjikh bergerak menuju sari ikan laut (surimi), bakso seafood, dan beraneka macam makanan lainnya. Kini, bisnis Nadjikh telah menembus pasar ekspor hingga ke berbagai negara di Eropa dan Amerika Serikat. Omzet yang dibukukan per bulan pun mencapai miliaran rupiah.

IMG_9720
Nadjikh saat menjelaskan potensi kelautan Indonesia

 

 

 

 

 

 

 

 

Dalam menjalankan bisnisnya, Nadjikh berpegang pada sejumlah langkah inovasi. Di
antaranya menggunakan model bisnis yang sesuai, diferensiasi produk yang sesuai permintaan pasar, pemanfaatan teknologi, dan memberikan nilai tambah pada produk.

“Jangan dibilang tidak ada modal itu hambatan. Kenapa seseorang bisa sukses? Karena
kepepet, dia tidak punya apa-apa jadi terus bekerja keras agar sukses,” terang Nadjikh.
Jika seseorang lulusan ingin menjadi pengusaha perikanan, Nadjikh menekankan bahwa
orang tersebut perlu menjalani prosesnya menurut panggilan hati dan menghayati. Orang yang mau terjun menjadi pengusaha perikanan juga harus mau belajar dan tidak lupa mengeksekusi peluang di depannya. Paling penting, seseorang perlu bermental industri, dan bukan hanya menjadi pedagang ikan.

Potensi
Sementara itu, sebagai negara kepulauan dan maritim, Indonesia seharusnya bisa mengelola potensi kelautan untuk kesejahteraan rakyat. Kebijakan pemerintah berupa korporatisasi industri perikanan, pengembangan kultur kelautan dan perikanan, revitalisasi tambak dan pemanfaatan rumput laut sebagai usaha diversifikasi pangan, pengembangan industri garam, serta manajemen perikanan perlu menjadi fokus pengembangan potensi kelautan dan perikanan Indonesia.Hal tersebut sempat disampaikan dalam seminar Global Fisheries: Strategic Challenges and Opportunities yang diselenggarakan STIE Prasetiya Mulya dan Kementerian Kelautan dan Perikanan di Hotel Borobudur Jakarta (4/6).
Dalam kesempatan tersebut, Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Diponegoro Profesor Sahala Hutabarat menilai bahwa sebagai negara kelautan, negara tak memberi porsi APBN yang layak di dalam pengembangan sektor perikanan, kelautan, dan pengembangan pesisir. Hal ini menyebabkan daya saing industri ikan Indonesia masih rendah dan produk kelautan dan perikanan dinilai belum memiliki nilai tambah.

11
Sementara itu, Dirjen Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan
Perikanan Dr Sudirman Saad menyebutkan, regulasi pengelolaan pulau-pulau kecil dan pesisir untuk lahan industri sangatlah penting untuk melindungi pengembangan potensi kelautan dan perikanan di Indonesia. Menurut Sudirman, Indonesia membutuhkan alokasi ruang konservasi laut seluas 31 juta kilometer persegi. Indonesia juga sebaiknya melakukan alokasi tata ruang bawah laut, yaitu untuk alur pelayaran, alur kabel laut, dan alur migrasi hewan laut.

Dibandingkan dengan Singapura, tata ruang bawah laut Indonesia tak tertata rapi. Hal
ini bisa berakibat pada risiko rusaknya jaringan kabel komunikasi bawah laut atau punahnya ekosistem laut. Di sisi lain, korporatisasi industri perikanan menjadi penting khususnya di dalam peningkatan armada kapal penangkapan ikan sehingga dapat meningkatkan produktivitas perikanan.

Referensi
Sementara itu, saat ditemui pada Rabu (10/12), Ketua STIE Prasetiya Mulya Prof. Djoko
Wintoro PhD menuturkan bahwa Tiongkok bisa menjadi referensi yang baik dalam bidang
maritim terutama industri penangkapan ikan. Sebagai negara eksportir ikan terbesar di dunia, Tiongkok juga mengembangkan industri kelautan dengan tujuan keamanan makanan dalam negeri.
“Tiongkok terkenal sebagai bangsa penangkap ikan yang jauh. Tak heran jika mereka
memiliki 2.000 kapal. Padahal, Amerika saja hanya memiliki 200 kapal. Mereka bisa
memberikan makanan protein untuk warganya sekaligus mengekspor ikan,” ujar Djoko.

Terobosan-terobosan lain yang bisa dicontoh dari Tiongkok yaitu menjaga  keberlangsungan ekosistem laut. Ketika melakukan penangkapan ikan, para nelayan di sana tak mengambil semua ikan. Mereka menangkap, menyeleksi ikan-ikan terpilih, kemudian dijual dengan harga yang tinggi.

Untuk urusan budidaya, Tiongkok melakukannya di laut, bukan di darat. Keuntungan
dari metode budidaya ini yaitu memiliki jenis ikan beragam dan menjadi solusi harga tanah
yang semakin mahal. Selain itu, Tiongkok juga menggunakan teknologi penangkapan ikan yang lebih baik berbasis research and development.

“Industri perikanan jangan hanya berpikir konsumsi ikan, tetapi harus ke arah ekspor
karena bisnis maritim akan menjadi bisnis global. Selain itu, ikan sebaiknya tak hanya untuk makan, tetapi juga menjadi bagian dari gengsi. Misalnya untuk menjamu orang ketika perayaan. Industri ikan bisa lebih menarik jika levelnya meningkat,” tutur Djoko.

Pembekalan

Melihat potensi maritim Indonesia yang melimpah, banyak ide bisnis yang bisa
dilakukan. Namun, sebelum terjun ke bidang bisnis tertentu, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan. Salah satunya yaitu memiliki gambaran lanskap bisnis yang akan dihadapi.
Menurut Djoko, bisnis itu sebenarnya berubah, maka Prasetiya Mulya membekali mahasiswa dengan lanskap bisnis baru.

“Contoh lanskap bisnis yang baru yaitu upah buruh murah yang berganti dengan upah
buruh mahal. Kemudian, untuk beberapa industri, produk baru kini hanya bertahan dalam
hitungan bulan Hal lainnya yaitu pola mass production yang sudah harus ditinggalkan. Dulu, produk standar dibuat banyak, kini produk unik dibuat banyak,” ungkap Djoko.

Lanskap bisnis memang menjadi salah satu pembekalan yang diberikan Prasetiya Mulya
kepada lulusannya. Djoko menuturkan, bagi Prasetiya Mulya, wisuda merupakan penjaminan mutu atas kuliah, penyediaan talent untuk dunia bisnis, dan wirausaha baru untuk dunia bisnis. Prasetiya Mulya berharap wisudawan tak hanya dijadikan human resources bagi perusahaan, tetapi juga capital perusahaan.

DSC_0345

 

 

 

 

 

 

 

 

Pembekalan-pembekalan dari Prasetiya Mulya ternyata cukup dirasakan para
lulusannya. Salah satunya yaitu Mellisa Arviani (23 tahun) lulusan dari S-1 Prasetiya Mulya Program Studi Keuangan. Peraih IPK 3,96 ini menuturkan, Prasetiya Mulya tak hanya memberikan teori, tetapi juga praktik bagaimana membuat bisnis.
“Hal ini membekali saya dalam lomba ASEAN Business Challenge. Dalam pengerjaan,
kami dibiasakan untuk teamwork, jadi kami dibiasakan untuk bekerja sama dengan orang-orang dari background yang berbeda. Selain itu, saya juga dapat untuk mengasah kepercayaan diri dan bagaimana mengungkapkan pendapat di depan banyak orang. Tetapi yang paling penting adalah bagaimana kita menerima perbedaan dan memperkaya diri dengan banyak pengalaman untuk one best result,” ujar Mellisa.
Hal serupa dirasakan Erwin Sidarta (24 tahun), lulusan S-2 Magister Manajemen
Konsentrasi Finance Prasetiya Mulya. Menurut dia, Prasetiya Mulya memiliki lingkungan yang sangat mendukung untuk berkembang dan berkompetisi. Hal ini yang membuat mahasiswa secara tak langsung mau mencoba keluar dari zona nyaman.

“Di Prasetiya Mulya, kita ‘dipaksa’ berkolaborasi dengan siapa pun. Saya orangnya keras,
kelompok saya orangnya lebih keras lagi. Namun, dalam kelompok, kita harus bekerja sama satu sama lain. Justru karena kerasnya itu tadi kita jadi semakin kuat. Seperti berlian yang keras, saat diasah semakin bersinar,” pungkas Erwin.

1 comment

  • dobigift – Ahlinya kado

    Di order yuks…

    buat teman, sahabat dan orang terkasih kamu..

    langsung kontak dobi aja ya..

    dijamin :

    1. Kado Rapi

    2. Dibuat dari bahan terbaik

    3. cara pesan mudah (bisa via SMS, BBM, WA dan Email)

    ======================

    FAST RESPONE

    WA / SMS : 085691414296

    BBM : 2904D938

    ======================

    Lebih jelas Klik :

    dobigift.blogspot.com

    Follow IG @dobigift

    “Ahlinya Kado”

Translate »