Cerita Prasmul
The 2019 CTT: Pentingnya Sinergi Budaya-Teknologi Dalam Mewujudkan Pariwisata Berkelanjutan

The 2019 CTT: Pentingnya Sinergi Budaya-Teknologi Dalam Mewujudkan Pariwisata Berkelanjutan

BSD, Tangerang— Universitas Prasetiya Mulya sukses melaksanakan konferensi pariwisata internasionalnya yang pertama pada Selasa (3/11) lalu di kampus BSD. Bertajuk The 2019 International Conference on Culture, Technology, and Tourism (CTT), acara ini dihadiri para perwakilan pemerintah, akademisi, serta praktisi untuk mendiskusikan langkah yang dibutuhkan dalam mengintegrasikan budaya dan teknologi demi terwujudnya pariwisata berkelanjutan.

Pariwisata merupakan pedang bermata dua. Di satu sisi, ia meningkatkan ekonomi dunia secara signifikan. Di sisi lain, industri ini berkontribusi pada berbagai kerusakan lingkungan. “Pemikiran yang kritis mutlak kita butuhkan dalam membangun pariwisata. Jangan sampai euforia ada saat ini merusak masa depan anak-cucu kita,” tambah Prof. Djisman. 

Tari Saraswati yang membuka The 2019 CTT menggambarkan kemampuan peneliti untuk memilah dan memilih data yang baik dalam penelitiannya

Kompleksnya industri pariwisata mendorong lahirnya CTT. “Setiap tahun jutaan orang di dunia pergi berwisata. Pertanyaannya, apakah kegiatan tersebut menjadikan dunia lebih baik?” ujar Prof. Dr. Djisman Simandjuntak, Rektor Universitas Prasetiya Mulya, saat membuka konferensi. 

Prof. Marianna Sigala menyampaikan keynote speech-nya, “Culture & Transformational Experience Design in Tourism: Role of Art, Technology, and Storytelling”

Tak hanya kerusakan lingkungan, tantangan lain yang dihadapi oleh dunia pariwisata adalah perubahan pola perilaku konsumen. Sufintri Rahayu (PR Director of Traveloka) menyampaikan, “Saat ini, berwisata dianggap kesempatan mencari pengalaman dan orang-orang rela membayar berapa pun untuk itu.” Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat Prof. Marianna Sigala dari University of South Australia, “Manusia kini memiliki persepsi baru tentang ‘konsumsi’. Ia tak lagi mencari pengalaman kognitif saja, melainkan pengalaman spiritual.” 

Menyadari kompleksitas isu yang ada, CTT diharapkan mampu meningkatkan edukasi pariwisata yang berbasis riset di Indonesia. Untuk itu, para akademisi diajak untuk mendiskusikan berbagai topik seperti Sustainable Tourism, E-Tourism, Tourism Destination Plan & Development, dan Tourism Marketing Strategy. 

CTT berhasil menghimpun lebih dari 150 hasil penelitian, dimana 70 diantaranya dipertunjukkan pada sesi track presentation. Pada sesi tersebut, penelitian yang dilakukan Crisientia Pranata Raharja, Hoo Leony Gracia Budi Saputra dari Universitas Kristen Petra dinobatkan sebagai Best of The Best Paper.  Berdasarkan penjabaran para peneliti, dapat disimpulkan bahwa implementasi teknologi di industri pariwisata mutlak dibutuhkan. Sebab, teknologi dapat mempermudah pelaku industri untuk membaca perilaku pasar, mengurangi biaya operasional, serta menciptakan pengalaman baru untuk para konsumen.

Tiga besar paper terbaik dalam ajang The 2019 CTT

Meski hadir dengan pembahasan yang mendetail, CTT tidak ingin menghilangkan unsur ‘fun’ dari pariwisata. Pada hari kedua yang jatuh pada Rabu (4/12) lalu, peserta yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia diajak untuk mencicipi kehidupan kota Jakarta. Mereka diajak untuk merasakan sensasi menggunakan MRT, serta mengunjungi Kota Tua untuk menikmati santap siang di Batavia Cafe dan melakukan tur museum. Harapannya, segala rasa penat akan hilang kembali bersemangat untuk melanjutkan rutinitas harian masing-masing. 

CTT memang telah berakhir. Namun trend, situasi politik, dan teknologi akan terus menghasilkan perubahan yang signifikan dalam dunia pariwisata. Untuk itu, dunia akademik pun harus terus memantau dan mengikuti perkembangannya, demi tercipta pariwisata yang bertanggung jawab serta berkelanjutan.

Sampai jumpa di The 2020 International Conference on Culture, Technology, and Tourism (CTT)!

Witha Shofani

Add comment

Translate »