Cerita Prasmul
Söze Daily Wear: Label Lokal, Citarasa Global | Bisnis Mahasiswa Prasmul

Söze Daily Wear: Label Lokal, Citarasa Global | Bisnis Mahasiswa Prasmul

Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) merupakan salah satu sektor strategis yang memberikan peran cukup besar terhadap peningkatan perekonomian nasional. Dikutip dari beritasatu.com, ekspor TPT Indonesia per Januari — Februari 2017 mencapai US$ 2 miliar atau naik sebesar 3% dibandingkan periode sebelumnya.

Dalam laporan Kemenperin.go.id, Harjanto selaku Dirjen Basis Industri Manufaktur mengatakan bahwa peningkatan nilai ekspor di Indonesia merupakan cerminan dari hasil kerja keras dan inovasi para pengusaha industri TPT nasional yang terus bertahan dalam menghadapi persaingan global.

Jika ditelisik, sejak beberapa tahun terakhir geliat industri fesyen di tanah air memang kian semarak dengan hadirnya pemain baru di kalangan anak muda.  Alvitto Dwisaputro (S1 Branding 2013), Fariz Muhammad Noorsanto (S1 Business 2013) dan Rizky Juniartha Suprayogi (S1 Branding 2013) adalah contoh nyata generasi muda yang  tak hanya ingin menjadi penikmat fashion. Mereka memutuskan untuk mengambil bagian dalam industri ini dengan menghadirkan Soze.

Fariz Muhammad Noorsanto (S1 Business 2013)
Alvitto Dwisaputro (S1 Branding 2013)
Rizky Juniartha Suprayogi (S1 Branding 2013)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sempat ditolak

Startup yang lahir pada 2015 ini mengusung nama Soze yang berarti janji dalam bahasa Turki. Sesuai dengan namanya, ketiga Prasmulyan ini berjanji untuk terus bertahan, meski merintis usaha selagi kuliah memang tak mudah.

Rintangan sudah mereka temui di tahun-tahun pertama. Mulai dari menghadapi tantangan dalam proses produksi, pengelolaan modal hingga strategi marketing. “Kami masih belajar, masih terus berproses. Yang paling susah diprediksi itu pada saat menentukan kuantitas produksi, kadang meleset. Pernah juga ngalamin marketing budget yang kami keluarkan lebih besar dari profit-nya,” buka Fariz, yang juga alumnus SMAN 34 Jakarta.

Hinnoya, koleksi pertama yang dirilis Soze

Sebagai sebuah startup, Soze juga menempuh berbagai cara demi menggaungkanbrand-nya ke market yang lebih luas. “Sebagai startup, menerima penolakan tuh hal biasa. Momen ‘di tolak’ yang paling kami ingat salah satunya di tahun 2016, ketika kami coba ikut Pop Up Market Santa Fe, namun ternyata ga lolos kurasi,” Lanjut Fariz.

“Ilmu bisnis yang diterapkan di Prasmul membuat ketiga Prasmulyan ini paham bahwa sukses itu hanya masalah usaha dan waktu. Soze mengakui, meski penolakan tersebut sempat membuat kecewa, Soze langsung  putar otak untuk menempuh langkah selanjutnya.”

“Pop Up Market sudah punya standar tinggi, ga sembarang local brand juga bisa masuk ke eksibisi itu. Sementara saat itu Soze masih baru, belum banyak portofolio produk juga. Jadi saat itu kami fokuskan untuk terus berkembang selagi mempersiapkan ke pameran selanjutnya,” jelas Vitto, alumnus SMAN Al-Izhar Jakarta.

Meski gagal di Pop Up 2016, Soze berhasil ikut dalam Pop Up Market 2017

Tidak mengkotak-kotakan

Melalui slogan form of expression, Soze Daily Wear berkembang dengan desain beragam ditengah gempuran retail fesyen yang ‘mendikte dan menyamaratakan’ tren. Ketiga Prasmulyan ini melihat, tiap individu punya keunikan dalam mengekspresikan gaya berbusana, untuk itu Soze menyuguhkan produk  yang tak melulu mengikuti arus utama.

 

Artha, yang juga Alumni Semesta Billingual Boarding School bercerita tentang pandangan yang membawa mereka berani untuk menyuarakan diversifikasi. “Mungkin kebebasan berekspresi dalam ranah fesyen sudah berkembang di luar negeri, mereka (red-konsumen) berani untuk tampil unik dan tidak mainstream. Kami ingin menyuarakkan itu di Indonesia lewat keragaman desain di Soze.”

Kemeja Saimaa, dengan paduan katun poplin dan tekstur handwoven
Paduan wooden button menambah keunikan Hinnoya Parka

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tak hanya diperuntukkan bagi pria, Soze diproduksi secara unisex

Dengan mengusung desain minimalis, Soze memiliki ciri khas melalui kombinasi layer dan warna kontras pada material produk, yang dipadu padankan dengan garis ikonik. Yang unik dari Soze, brand ini selalu bercerita lewat tiap produk yang mereka rilis.  Lebih lanjut, Artha menjelaskan bahwa desain dari Soze diadaptasi dari inspirasi yang bervariasi, mulai dari puisi, musik hingga arsitektur.

“Produk kami ga terpaku pada satu gaya atau tema. Inspirasi juga ga melulu satu arah. Di article (red-edisi) Promise Club, kami suarakan nilai janji sesuai dengan arti nama Soze. Di edisi Blossom of Conciousness, kami ingin menyampaikan kalau kami sudah berkembang dan lebih menjanjikan. Edisi selanjutnya, yaitu Anti Clockwise kami ingin menampilkan sesuatu yang ga biasa, layaknya mengombinasikan kantong celana di sweater,” papar ketiganya.

Melirik pasar Asia Pacific

Setelah mengalami sukses yang tertunda, Soze tidak gentar melangkah. Dengan mengedepankan keunikan yang ada, mereka bisa membuktikan bahwa produknya ternyata menarik pasar asia pasifik, yaitu Singapura dan Jepang.

 

Pameran Public Garden Singapore
Tim Soze di Public Garden, Singapore

 

 

 

 

 

 

 

“Pameran perdana Soze itu di Public Garden, Singapore. Surprisingly, disana animonya sangat bagus. Kami juga ga menyangka bisa mendapat sambutan positif di salah satu Leading Trade Show-nya Singapore,” kata Fariz yang berperan sebagai Bagian Operasional di Soze.

Artha yang mengurus bidang Marketing mengamini Fariz. “ Kami senang dengan kultur konsumen disana yang cenderung menghargai karya dan ga ‘price sensitive’. Selama 2 hari ikut exhibition di Public Garden, penjualan Soze sangat memuaskan.”

Hadirnya Soze di Public Garden ternyata dapat menjadi  pembangkit semangat ketiga mahasiswa Prasmul ini. Disela-sela jadwal kuliah yang padat, dimana Artha dan Vitto sibuk dengan perkuliahan di S1 Branding dan Fariz berkutat di S1 Business, ketiga mahasiswa Prasmul ini membawa Soze ke pameran selanjutnya yaitu Jumble Show, Jepang.

Jumble Show Tokyo
Soze di Jumble Show, Jepang
Peluncuran Produk Soze ‘Blossom of Consciousness’ di Jepang

 

 

 

 

 

 

 

“Public Garden ibarat kunci yang membuka pintu ke pameran selanjutnya. Di 2017, kami diundang ke pameran di Jepang, namanya Jumble Show. Bedanya dari pameran sebelumnya, disini pengunjungnya wholeseller, jadi kami banyak bertemu dengan fashion buyer dan orang-orang berpengaruh di industri ini,” jelas Vitto yang memegang peranan di bidang Finance di Soze.

Terus Berproses

Selain ingin merilis koleksi terbaru, kedepannya Soze juga berencana untuk berkolaborasi dengan salah satu Fashion Brand dari Denmark hingga mengikuti pameran Jumble Show di Korea. Keikutsertaan brand besutan Prasmulyan ini di pameran internasional sangat berpotensi melebarkan koneksi dan branding Soze di mata penikmat fesyen hingga para fashionpreneur lintas negara.

“Kami percaya, sukses itu hanya masalah waktu, tinggal usahanya aja dikuatin. Kami sudah cinta sama brand ini, jadi mau terus dibangun  supaya setelah lulus nanti masih terus jalan,” jelas Artha. Fariz menambahkan “Selain ikut di pameran selanjutnya, dalam beberapa tahun kedepan, kami juga berencana punya office sendiri dan memperbanyak konsinyasi dengan stockist.”

 

 

 

 

 

 

Nah Prasmulyan, Soze membuktikan bahwa jika kita menghadapi penolakan atau salah langkah dalam bisnis, bukan berarti kita gagal terus menerus. Terus berusaha, belajar dan berproses untuk menjemput suksesmu. Keep going, Prasmulyan!. (*vio)

sumber gambar:

@sozejkt

http://www.public-garden.com/

Jumble Show Tokyo

 

Add comment

Translate »