Cerita Prasmul
Revolusi Industri 4.0 Bukan Tantangan Utama Family Business

Revolusi Industri 4.0 Bukan Tantangan Utama Family Business

It is when generations work together is where the strength is.

Prof. Pramodita Sharma, Ph.D., Professor of Family Business, University of Vermont.

Perkembangan teknologi sering ditunjuk sebagai penyebab utama kegagalan perusahaan keluarga dalam melampaui generasi ke-2. Terutama di masa peralihan menuju era Industri 4.0 ini, semakin banyak perusahaan keluarga yang bergulat untuk mencari relevansi di dunia modern. Namun menurut Prof. Pramodita Sharma, Ph.D., Professor of Family Business dari University of Vermont, kedatangan Industri 4.0 tidak perlu dianggap sebagai sebuah tantangan.

Untuk mengupas tuntas topik “Family Business”, Universitas Prasetiya Mulya mengadakan RoundTable for Indonesian Entrepreneurship Educators (RIEE) serta Family Business Talk 2019 pada 23-25 Juli lalu. Hadir sebagai keynote speaker, Prof. Sharma menggunakan kunjungan kali pertamanya ke Indonesia ini untuk memberikan insight bermanfaat bagi para pendidik kewirausahaan Indonesia untuk bisnis keluarga di Tanah Air.

Generasi Penerus Tidak Untuk Diremehkan

Baru memasuki kuasa keturunan ke-2 dan ke-3, bisnis keluarga di Indonesia dianggap masih sangat muda oleh Prof. Sharma. Kendati umurnya, perusahaan tersebut tetap harus menghadapi satu momen krusial yang juga dialami family business lainnya di seluruh dunia, yakni regenerasi.

Prof. Sharma merupakan Professor of Family Business di University of Vermont.

Regenerasi, yang merupakan tanda keberlangsungan perusahaan keluarga, kerap menghadirkan gap antar generasi dari sisi pengetahuan dan kondisi lingkungan. Namun lebih dari harta warisan, memindahtangankan sebuah perusahaan dari generasi pendiri ke generasi penerus juga merupakan perihal peleburan ilmu dan teknologi baru tanpa mengurangi visi serta misi utama perusahaan. 

“Anak-anak yang lahir di bisnis keluarga, terutama para Milenial, mereka yang paling memahami perubahan teknologi dan sustainability,” ia menjelaskan. “They have the energy.” 

Prof. Sharma di ajang RoundTable for Entrepreneur Educators.

Karena hal tersebut, generasi pendiri tidak boleh meremehkan kemampuan generasi penerus. Justru, para Founder harus mau tumbuh berdampingan dengan revolusi industri yang dijalankan generasi muda dan memanfaatkan energi tersebut demi melestarikan perusahaan. Sebaliknya, calon penerus harus mampu menjaga agar fondasi perusahaan yang telah dibangun tidak runtuh. 

“Generasi penerus tidak bisa menciptakan roda baru,” ungkap Prof. Sharma. “Mereka memerlukan wisdom dari generasi senior. Ada banyak perencanaan dan elemen yang harus diintegrasikan.”

Peran Universitas dan Pemerintah

Dengan perusahaan-perusahaan keluarga Indonesia yang akan memasuki umur belasan atau puluhan tahun, Prof. Sharma menekankan bahwa akan ada kenaikan dalam kebutuhan transisi kekuasaan. Melainkan Revolusi Industri 4.0, ia menyatakan bahwa tantangan yang lebih krusial untuk ditangani dalam bisnis keluarga Indonesia adalah bimbingan mengenai regenerasi yang saat ini masih mininum.

Family Business 2019 menyediakan sesi coaching clinic bersama Prof. Sharma.
Coaching Clinic dilakukan secara fokus dan privat.

“Perusahaan keluarga Indonesia harus belajar cara manage transisi kepemimpinan dan keberlangsungan bisnis,” paparnya. “Indonesia perlu membangun infrastruktur agar perusahaan-perusahaan keluarga dapat berkumpul dan berdiskusi. Di Kanada, misalnya, disediakan fasilitas di mana 2-3 keluarga dibina untuk mengembangkan bisnis mereka.”

Berdasarkan pengamatannya, Prof. Sharma mengatakan bahwa keuntungan yang dimiliki Indonesia adalah dukungan pemerintah. Bisnis keluarga, yang mendominasi perusahaan di Indonesia, merupakan kontributor besar terhadap ekonomi negara. Pemerintah pun meletakkan banyak kepercayaan terhadap badan usaha yang didirikan masyarakat sehingga tak sulit jika industri pendidikan ingin melangsungkan program yang berdedikasi pada Family Business.

Kehadiran Prof. Sharma disambut hangat oleh jejeran akademisi dan mahasiswa kewirausahaan.

“Memang tidak salah jika pemerintah Indonesia fokus pada wirausahawan,” ia menjelaskan. “Namun bisnis keluarga adalah hal yang sangat berbeda dan perlu program khusus. Melihat pelaksanaan RIEE dan Family Business Talk ini, saya yakin bahwa Prasetiya Mulya sudah siap melaksanakan program tersebut.” 


Family Business merupakan tema utama dalam kegiatan RoundTable for Indonesian Entrepreneurship Educators dan Family Business 2019 dari Universitas Prasetiya Mulya. RIEE, yang telah memasuki tahun ke-7, merupakan acara pertemuan antar akademisi kewirausahaan di Indonesia. Berlangsung di Kampus BSD, RIEE menggarap aktivitas serta material dan metode pembelajaran yang dapat dimanfaatkan para pendidik baik dalam pengajaran maupun penelitian.

Family Business 2019 diadakan di Kampus Cilandak dengan topik “Next Generation Embracing Technological Changes”. Selain Prof. Sharma, kegiatan ini menghadirkan beberapa pembicara profesional yang merupakan petinggi bisnis keluarga di Indonesia, yaitu Salman Subakat (Chief Marketing Officer Wardah Cosmetics), Noni Purnomo (President Director PT Blue Bird Tbk),  dan Teresa Wibowo (CEO Ruparupa.com – Kawan Lama Group). Kegiatan ini memberikan informasi seputar bisnis keluarga dari sudut pandang internasional dan lokal, serta menyediakan sesi coaching clinic bagi alumni Prasmul yang telah memiliki bisnis.

Melalui dua ajang ini, Prasetiya Mulya menunjukkan bentuk kontribusinya terhadap pengembangan entrepreneurship di Indonesia, termasuk family business. 

mm

Sky Drupadi

Add comment

Translate »