Cerita Prasmul
Mahasiswa Prasmul Jadi Saksi Nyata Ketidaksetaraan Pendidikan di Indonesia

Mahasiswa Prasmul Jadi Saksi Nyata Ketidaksetaraan Pendidikan di Indonesia

“Karena MTs Bina Attaqwa Mandiri ini berada di daerah yang cukup terpencil, jadi berdasarkan informasi dari guru-gurunya, mereka disuruh langsung menikah oleh keluarganya setelah lulus SMP.”

Kalimat mengejutkan yang diterima oleh panitia MS Mengajar, sebuah program pengabdian masyarakat di bawah naungan organisasi mahasiswa MM Reguler yang disebut Management Society. Isu mendasarnya terletak di perbedaan pola pikir antara masyarakat urban dan pedesaan.

Berangkat dari fakta ini, para Prasmulyan semakin termotivasi untuk mengembangkan program MS Mengajar secara lebih holistik.

Aksi di Bidang Edukasi Jadi Investasi

Dari sekian banyak opsi pengabdian masyarakat, Management Society menjatuhkan pilihan pada sektor edukasi. Alasan utamanya adalah dampak jangka panjang dari kegiatan mereka ini, “Dengan mengajar anak SMP dan SMA, kita bisa kasih informasi terkait future plan mereka, bukan cuma pendidikan, melainkan juga tentang karier, simple-nya, tahu minat bakat mereka,” ucap Rachma.

Secara garis besar, tujuannya adalah membangun mindset tentang tujuan hidup yang lebih terarah, mengingat orang tua mereka menyarankan untuk langsung berumah tangga usai lulus sekolah. Sebenarnya, tidak ada yang salah dengan menikah. Namun, menurut MMR angkatan 66 ini, penting bagi para generasi muda untuk punya bekal ilmu dan tidak mengesampingkan urusan karier ataupun pendidikan sehingga bisa meningkatkan taraf hidup keluarga dan berdampak lebih baik untuk lingkungan sekitar mereka.

Materi yang Fresh dan Berbeda dari Sebelumnya

25 Februari 2023 menjadi hari tak terlupakan bagi para murid di MTs Bina At-Taqwa Mandiri. Hari itu menjadi kali pertama mereka berkenalan dengan ilmu kewirausahaan dan perencanaan keuangan melalui pemaparan yang mudah dipahami.

“Kita share ilmu tentang wirausaha karena kita ingin mengajarkan kepada adik-adik bahwa menjadi seorang pebisnis itu nggak selalu butuh modal besar.”

Sebagai permulaan, para panitia menjelaskan materi bertema simple financial planning yang mengajak para murid untuk menabung uang jajan mereka. Nantinya, uang yang terkumpul dapat dialokasikan sebagai modal berjualan.

Menariknya, materi ini belum pernah dipaparkan pada tahun-tahun sebelumnya, yang dimana saat itu pengajarannya berfokus pada kurikulum sekolah.

Tantangan Saat Eksekusi Jadi Bumbu Perjalanan 

Persiapan yang matang jadi poin krusial untuk Rachma sebagai nahkoda acara. Banyak kejutan yang dialami, salah satunya jumlah panitia yang bertambah menjelang pelaksanaan, “Surprisingly, H-2 keberangkatan, ada tambahan dua orang anak MMR66 yang antusias mengajar secara sukarela.”

Sembari menyusun agenda acara, panitia pun tak lupa menanyakan kebutuhan dari sekolah yang bersangkutan, “Kami komunikasikan kira-kira sumbangan apa yang dibutuhkan dan ternyata pihak sekolah memerlukan alat peraga, seperti sistem pencernaan, sistem pernapasan, anatomi tubuh manusia, dan lain-lain.” Mereka pun juga memasukkan bingkisan alat tulis dalam perencanaan.

Hari yang ditunggu pun tiba, para panitia berangkat lebih awal untuk mengantisipasi keterlambatan karena susahnya akses transportasi menuju sekolah. Sayangnya, kondisi jalan yang tidak terduga dan sempit memaksa mereka datang sedikit terlambat, “Sebenarnya kami sudah diinfo sama guru kalau aksesnya kecil dan ternyata perjalanannya lebih challenging dari ekspektasi, cuma muat satu mobil dan sempat berpapasan dengan pick up,” Rachma bercerita.

Semangat para murid saat simulasi bisnis

Tak mau berlarut lama dalam situasi yang menimpa mereka, panitia pun tetap melanjutkan kegiatan dengan semangat. Durasi dua jam pun tak terasa, sebanyak 42 murid menyimak penjelasan dari para pengajar dan mengikuti simulasi bisnis dengan aktif. “Kita juga kasih simulasi secara berkelompok di akhir kelas, misalnya punya uang sejuta, ide bisnis apa yang bakal dibuat,” ucap Rachma. Para murid pun terlihat kompetitif saat mempresentasikan hasil brainstorm mereka agar dapat memenangkan titel ide terbaik.

Suasana Penuh Haru dan Berlinang Air Mata

“Terharu” jadi satu kata yang menggambarkan suasana belajar mengajar di MTs Bina Attaqwa Mandiri. Sejak awal kedatangan, para Prasmulyan sudah disambut dengan cerita dari ibu kepala sekolah bahwa ini adalah perdana ada mahasiswa yang datang untuk membantu mereka. 

Panitia MS Mengajar membagikan bingkisan

Usai belajar, para siswa pun tak kuasa menahan air matanya ketika para mahasiswa membagikan bingkisan berisi alat tulis, “Ada beberapa siswa yang nangis karena kehadiran kita sangat berkesan untuk mereka.” Dapat disimpulkan, aksi sederhana yang dilakukan dengan hati mampu meninggalkan makna mendalam bagi orang yang menerima.

Mari saling peduli dan peka terhadap sesama, karena hal sederhana pun akan jadi istimewa jika dilakukan banyak orang bagi orang yang membutuhkan.

Add comment

Translate »