Cerita Prasmul
Art Week 2018: Karya Seni Sebagai Media Pelimpahan Emosi

Art Week 2018: Karya Seni Sebagai Media Pelimpahan Emosi

Untuk ketiga kalinya, Universitas Prasetiya Mulya kembali mempersembahkan pameran seni tahunan sebagai bentuk apresiasi terhadap seniman lokal. Bertajuk ‘ASARASA’, Art Week 2018 berlangsung selama 3 hari, tepatnya tanggal 11-13 Mei, di The Breeze, BSD.

“Tema ini diambil dari dua kata, ‘asa’ yang berarti harapan dan ‘rasa’ yang merupakan respon diri kita terhadap sesuatu. Kami mau pengunjung distimulasi oleh karya-karya seni yang dipamerkan agar bisa merasakan apa yang ingin diutarakan karya tersebut,” Aldy Adrian, Ketua Art Week 2018, menjelaskan pada Cerita Prasmul.

“Bu Salma Menertawakan Nasib” oleh Dean Ario Seto
“The Multiaxial Life Lacks Meaning” oleh Mudita Kumari

Ruang pameran dibagi menjadi lima dan masing-masing merepresentasikan sebuah emosi: gempita, amarah, hampa, renjana, dan lara. Karya-karya yang terdiri dari lukisan, puisi, fotografi, dan digital art tersebut dikumpulkan melalui open submission yang dilangsungkan pada bulan Maret. Dibuka untuk umum dan mahasiswa Prasmul, karya tersebut melewati penjurian oleh fotografer Farah Shafia, penyair Sapardi Djoko Damono, pelukis M.S Alwi, dan seniman digital Seto Adi Witonoyo.

“Sukha Lan Dukkha” oleh Stevina Peni
PHANTASMAGORIA oleh Kezia Alaia dan KRAIE

Sebelum tirai exhibition diturunkan untuk masyarakat luas, Art Week 2018 menyelenggarakan malam peresmian melalui acara opening night. Diawali dengan press conference oleh Ibu Elfira Wahyono, M.Si selaku Manajer Kemahasiswaan dan Pengembangan Karier School of Business and Economics Universitas Prasetiya Mulya, acara pembuka ini juga disertakan pemutaran video campaign, poetry reading oleh KRAIE dan Kezia Alaia, penampilan meriah dari Nona Ria, serta contemporary dance dari G.O Dance dan DJ Han. Dengan total kurang-lebih 600 pengunjung, opening night Art Week 2018 dianggap sukses.

“Bila Bulan Tak Hadir” oleh Rainer Abraham Tupamahu dan “Puisi Cinta yang Tidak Ada Kata Cintanya Namun Kuharap Kau Merasakannya” oleh D. A. Seto
Art Week turut mengundang antusiasme generasi muda untuk hadir ke pameran karya seni

“Tahun lalu, orang datang ke Art Week untuk foto Instagram dan Insta-story,” sesal Aldy. “Kami tidak ingin seperti itu. Kami ingin menciptakan ambience yang ekspresif, tapi pengunjung tetap dapat memahami karya yang dipajang.”

“kalengkerupuk” oleh Amadea Deliesa Nelwan

Sebagai upaya marginalisasi rasa, kaleng kerupuk dijadikan kandang untuk mengurung memori. Di dalamnya saya menanggalkan bagasi dari masa lalu, pemberian dari mereka yang pernah berkunjung dan tidak menetap. – Amadea

Menurut sang ketua panitia, event ini penting, terutama untuk mahasiswa Prasmul yang memiliki citra “serius” atau “pebisnis”. Menurutnya, ilmu, minat, serta bakat Prasmulyan sangat beragam dan mereka membutuhkan wadah yang tepat untuk menunjukkannya.

“Memang, nggak semua orang merupakan orang kreatif. Tapi sebagai panitia Art Week, kami belajar banyak. Bahkan, panitia yang bukan seniman pun bisa memperlihatkan jiwa seninya melalui pemasangan instalasi dan dekorasi,” tutur lulusan SMA Santo Aloysius 1 Bandung tersebut.

“Instalasi Merona Pada Paras” oleh Tryfena Pamela dan Team
“a hollow” oleh Nur Zamiilatul Izzah

Art Week 2018: ASARASA merupakan ajang pameran seni yang detail, tulus, dan elok. Tiap karya yang terpampang di exhibition seakan bercerita mengenai keluh-kesah melalui ekspresi, warna, dan kata yang memancing emosi. Dalam usaha mendukung industri seni di Indonesia, Art Week akan kembali lagi tahun depan dengan massa yang lebih besar dan tema yang tak kalah menarik. Ditunggu kehadiran kalian! (TEKS: *SDD, EDITOR: VIO)

mm

Sky Drupadi

Add comment

Translate »