Cerita Prasmul
Pentingnya Integrasi “Arts” dalam Edukasi STEM

Pentingnya Integrasi “Arts” dalam Edukasi STEM

Sejak membuka School of Applied Science, Technology, Engineering, and Mathematics pada tahun 2016 silam, Universitas Prasetiya Mulya mengolaborasikan ilmu STEM dengan bisnis dan kewirausahaan untuk menghasilkan mahasiswa yang cakap teknis, inovatif, dan future-minded. Namun ada satu bidang ilmu yang tidak kalah penting dalam pengembangan mahasiswa, khususnya pembelajar STEM, yakni arts alias seni. 

AEESEAP 2020 dilaksanakan secara virtual dan dihadiri oleh peserta dalam negeri serta internasional.

Perihal ini menjadi salah satu topik di AEESEAP Workshop 2020 pada 14-15 Oktober 2020 lalu. Pada hari kedua, sejumlah narasumber berpengalaman bertatap muka secara virtual dalam Working Group Discussion untuk membahas mengenai STEAM (Science, Technology, Engineering, Arts, and Mathematics), terutama tentang pentingnya integrasi arts dalam edukasi STEM. 

Ilmu Seni Membangun Soft Skills Krusial

Menurut Prof. Yudi Samyudia, Ph.D, Dekan School of Applied STEM Prasetiya Mulya, keberlangsungan peradaban bergantung pada kemampuan manusia dalam merespon tantangan sosial dan lingkungan secara kreatif. Ia mengatakan, “Kita butuh perusahaan-perusahaan berbasis STEAM dan sumber daya manusia dengan keterampilan yang relevan di era modern.”

Dekan School of Applied STEM Prasmul hadir sebagai salah satu narasumber untuk diskusi ini.

Keterampilan yang dimaksud bukan hanya technical skills, tapi juga soft skills yang krusial dalam perancangan solusi secara simpatik. Di sini, peran ilmu seni muncul sebagai penggerak kreativitas dan inovasi mahasiswa teknik. Melengkapi pernyataan Prof. Yudi adalah Prof. Manolo G. Mena, Ph.D dari University of Philippines.

Engineering adalah pertemuan antara arts dan sciences menuju critical thinking, systematic problem solving, dan metodologi desain,” ungkap Prof. Manolo. “Seorang engineer membutuhkan tools dan scientific knowledge untuk memecahkan masalah, namun mendesain sebuah solusi membutuhkan keterampilan sistematis dari ilmu seni. Peleburan arts krusial untuk membangun kemampuan logika, berpikir kritis, menulis, berkomunikasi, dan presentasi.”

Prof. Masahiro percaya bahwa integrasi arts dapat menciptakan smart society.

Hal ini juga disetujui oleh Prof. Dr. Masahiro Inoue dari Shibaura Institute of Technology, Jepang, yang percaya bahwa ilmu liberal arts dapat menciptakan smart society. Tidak spesifik ke seni murni seperti menggambar atau melukis, pembelajaran seni dapat dimunculkan dari subjek “non-STEM” yang dapat memberikan perspektif segar tentang nilai-nilai sosial, politik, ekonomi, lingkungan, dan keindahan. 

Belajar Melalui Experiential Learning

Walaupun diimplementasikan secara berbeda-beda, misalnya melalui mata kuliah religi di Malaysia atau bahasa di Jepang, tujuannya sama, yakni untuk menghadirkan pembelajaran yang holistis bagi mahasiswa.

“Kami menyetujui bahwa edukasi STEAM bukan hanya tentang teknis, tapi juga aspek lain seperti seni dan entrepreneurship,” Prof. Yudi menjelaskan. “Bagaimana sektor pendidikan bisa mengintegrasikan ini? Bisa melalui pendekatan project-based, living-study, living-laboratory, dan experiential learning.” 

Integrasi arts di edukasi STEM mendorong kreativitas mahasiswa.

Begitu pula di Universitas Prasetiya Mulya, yang telah menerapkan pembelajaran aplikatif di seluruh program studi untuk mendorong pembangunan kreativitas dan soft-skills mahasiswa. Selain itu, program pengembangan diri seperti Community Development dirancang khusus untuk membangkitkan rasa empati mahasiswa. Nilai dan makna menjadi pusat dari desain inovasi mahasiswa STEM, yang diproses dengan pertimbangan kemasyarakatan dan lingkungan.

Prof. Manolo merampungkan, “Teknisi yang tidak memiliki art skills tidak akan bisa terkoneksi dengan masyarakat dan tidak dapat bekerja sama untuk memecahkan masalah umat manusia.”


AEESEAP Workshop 2020 merupakan ajang webinar yang diselenggarakan oleh Association of Engineering Education South East Asia and Pacific (AEESEAP). Mengangkat tema Enhancing Engineering Value Chain, kegiatan ini mengundang sejumlah pembicara praktisi dan akademisi, baik dari dalam negeri maupun internasional, termasuk Nadiem Makarim (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan), Yasuyuki Aoshima (Chief Advisor JICA Project of Japan Accreditation Board for Engineering Education), Gong Ke (President of World Federation of Engineering Organization), dan masih banyak lagi. 

mm

Sky Drupadi

Add comment

Translate »