Cerita Prasmul
Diskusi Indonesia Music Industry Business : Mempertahankan Kualitas Dalam Buaian Mainstream

Diskusi Indonesia Music Industry Business : Mempertahankan Kualitas Dalam Buaian Mainstream

“Buaian, akan kucatat dalam ingatan tak ternilai, buaian, sementara waktu kan merekam jejak  kisah kita”

– Cuplikan lagu “Buaian” yang dimainkan oleh Danilla dalam irama Foxtrot

Mungkin terasa sangat asing bila kita melihat pemilihan kalimat dalam syair, nama penyanyi, dan irama musik dalam lagu “Buaian” di atas bila dibandingkan dengan apa yang kita temukan pada Chart 20 sebuah acara musik di televisi nasional.  Namun, pada sisi lain tergambar dengan jelas bagaimana seorang musisi Indonesia yang namanya seakan sayup tak terdengar sekalipun bisa terus merekam jejaknya di belantika musik Indonesia bahkan mancanegara.

Danilla telisik

Danilla Jelita Poetri Riyadi, pelantun lagu tersebut mengaku optimis akan terus bisa berkarya dan mendapatkan tempat di pasarnya sendiri.  Jalur independen yang dipilih oleh  penggemar Antonio Carlos Jobim ini terbukti tetap bisa melejitkan namanya untuk dapat menghiasi pemberitaan di media musik independen internasional bahkan masuk nominasi VIMA Asia Final untuk lagu dan video klip-nya.

Harus diakui bahwa Indonesia memang telah menjadi rumah yang hangat bagi musisi-musisi berkualitas untuk bertumbuh dan menelurkan karya-karya yang bermutu. Angka 260 juta penduduk bisa dianggap sebagai pemacu utama untuk terus bisa berkarya ditambah dengan semakin teredukasinya kuping pasar Indonesia dengan terpaan berbagai genre musik dari dalam dan luar negeri.   Sayangnya perkembangan industri musik Indonesia ini belum ditunjang oleh promosi dan manajemen yang bagus — terutama bagi musisi yang mencoba mengambil jarak dari jalur mainstream.

Hal ini disampaikan oleh Wendy Putranto (Editor Majalah Rolling Stone Indonesia) dalam acara diskusi “Rolling Stone Goes to Campus” bertajuk “Indonesia Music Industry Business” yang diadakan oleh Student Board S1 Prasetiya Mulya dan  Rolling Stone Indonesia dengan Sponsor Tata Motors pada hari Selasa (22/04) malam di Kampus Prasetiya Mulya BSD.

Seminar Musik Rolling Stones

Pada acara tersebut, Wendy ditemani oleh Buluk — sapaan Akrab Lukman Laksmana, punggawa grup musik beraliran Punk Rock Superglad  dan penyanyi Danilla yang membawakan beberapa buah lagu.  Dimoderatori oleh Akbary Noor (mahasiswa S1 Marketing Prasetiya Mulya), Buluk banyak bercerita tentang seluk-beluk manajemen sebuah band.

Buluk mengatakan bahwa bisnis musik memang terlihat enaknya di luar dan di dalam. Namun, di balik itu semua   bisnis musik tergabung dalam industri kompleks.  Dengan pergerakan yang cepat, evolusi medium dan  pendengar, industri ini memang membutuhkan pengetahuan  dan penerapan manajemen yang baik.

Buluk SupergladMemulai karier bermusik dari bawah, Buluk  merasakan betul pentingnya manajemen musik. Apabila tampil di sebuah konser saja , lanjut Buluk, manajemennya harus bagus. Menurutnya, kinerja kru untuk sound engineering, kelistrikan, kostum, dll  sangat berpengaruh. Bahkan menurut Buluk,  wajar kalau artis hanya menerima pendapatan bersih sekitar 40 persen dari fee manggung karena kru itu sangat berperan.

Manajemen juga  diperlukan dalam proses untuk mengeluarkan sebuah album. Prosesnya, terbilang  panjang, mulai dari membuat lirik, menyatukan musisi, membuat aransemen, mastering, recording, mengeluarkan album, sampai penjualan album dan kegiatan-kegiatan yang menunjang penjualan album.

“Makanya saya sangat kesal kalau ada yang membajak dan penikmat mendengarkan lagu dari bajakan,” ujar pria yang sempat lima tahun menjadi crew band-band seperti Potret, dll.

Menurut Wendy yang juga pernah menjadi Manajer grup band The Upstairs, industri musik di Indonesia memang terlihat  menggiurkan. Peluang terbesar, lanjut Wendy, dimiliki oleh musik yang mengambil jalur mainstream seperti pop. Dikisahkan oleh Buluk, pendapatan dari  grup musik yang mainstream terbilang sangat besar. Ia mencontohkan grup band Noah yang bisa menggaet banyak sponsor dan eksposur yang masif di media massa.

Wendy-Putranto

Namun, selain jalur musik mainstream Indonesia yang seringkali hanya berorientasi uang,  terdapat banyak-karya independen dengan idealismenya yang kuat dan mementingkan kualitas. Wendy mengaku senang melihat terangkatnya sosok seperti Raisa dan Tulus bisa menampilkan musik pop yang berkualitas di Indonesia. Menurut Wendy, sekarang juga masih ada label independen yang bisa terus bertahan dan berkarya. Salah satunya adalah Label De Majors yang mengorbitkan karya-karya musik seperti Tulus.

Menyoal promosi musik-musik yang mengambil jarak dari jalur mainstream, Buluk punya kisah senang dan sedih. Ia mengaku sempat senang ketika ada acara Radio Show mengudara di Indonesia. Sayangnya, acara itu hanya bertahan sebentar saja.

“Dimana lagi saya dipromosiin, di TV susah, radio susah, di media cetak mungkin hanya Rolling Stone yang selama ini membantu di cetak,” ungkap Buluk sambil tertawa.

Bagi Buluk, soal promosi musik yang tidak mainstream memang butuh kolaborasi antar musisi. Buluk mencontohkan upayanya  bersama rekan-rekan musisi membuat usaha Digilife yang berbasis portal video online. Usaha ini diilhami dari pengalaman pribadinya ketika menonton video Superglad di sebuah laman Youtube.

“Pas nonton video klip saya di Youtube ada iklan di depannya, terus ada  iklan ngegantung dimana-mana, tapi kok  saya sebagai musisi gak dapat apa-apa,” cerita Buluk.

Akhirnya,  ia dan teman-temannya membuat portal video musik Indonesia seperti Youtube. Bedanya, www.digilife.co.id    ini akan memberikan 60 persen pendapatannya dari iklan untuk musisi.

Add comment

Translate »