Cerita Prasmul
Alwi Assagaf: Seni Prioritizing People dalam Memimpin – Alumni Success Story

Alwi Assagaf: Seni Prioritizing People dalam Memimpin – Alumni Success Story

Sosok pemimpin yang satu ini tergolong pribadi yang loyal. Mengapa demikian? Sebab, tak hanya setia berkarya di industri agrokimia selama puluhan tahun, selalu memberikan empowerment kepada karyawan merupakan satu agenda wajib dalam setiap momen kepemimpinannya. Bahkan, kemajuan pesat perusahaan multinasional unggulan, Nufarm Indonesia merupakan bagian dari hasil kepemimpinannya sebagai Presiden Direktur. Mari menyimak kisah Alwi Assagaf berikut!

Dunia Tani dan Bisnis

Belum banyak yang tahu bahwa kecintaan pria asal Ternate yang pernah lama tinggal di Halmahera, Maluku Utara ini dengan dunia agrikultur dimulai dari melihat orang tua yang aktif bercocok tanam di kampung halaman. Masalah gagal panen akibat hama dan penyakit pun ibarat perkara sehari-hari. “Waktu itu saya bercita-cita jadi dokter, tapi ‘dokter’ untuk tanaman,” cerita Alwi. Bermodalkan semangat, 1982 menjadi awal baginya untuk memulai perantauan dari Maluku hingga ke Jawa, demi mengampu studi Crop Protection di Institut Pertanian Bogor.

Perjalanan rantau membuahkan hasil yang baik, yakni kesuksesan berkarier di dunia profesional.

Usai lulus, perlahan tapi pasti tanjak karier terjadi, dari profesi tenaga lapangan seperti Techno Commercial Officer, Marketing Executive, hingga National Sales Manager. “Di sinilah saya merasa jangan sampai saya stuck pada sales saja tetapi perlu lebih broad, menguasai proses bisnis dari hulu ke hilir,” ungkapnya. Di tahun 2002, ia mengampu studi MM Strategic Management Prasetiya Mulya. 

“Setelah kuliah itu saya merasa, wah masukan para dosen luar biasa. Mereka juga terbuka, jadi waktu ngobrol di kantin, serasa konsultasi gratis,” guyonnya. Sejak saat itu, posisi tinggi kian menanti, dari promosi menjadi VP Sales and Deputy President, hingga menjadi Country Manager atau President Director Nufarm di tahun 2012. 

“Apapun karier seseorang, ia perlu menguasai pemasaran. Bukan saja penting untuk  mengembangkan produk, merek, layanan, tetapi juga ide. Sebab, itulah dasar menimbulkan ketertarikan dan membangun bisnis, untuk memberikan benefit kepada orang lain, lalu akhirnya  menghasilkan profit.”

Filosofi Menara Gading

Momen launching produk baru Nufarm bersama para petani dan channels.

Teringat pertama kali Alwi menapakkan kaki, Nufarm masih tergolong kecil dan belum masuk jajaran Top 10 di pasar Indonesia. Namun, hal ini justru menjadi tantangan yang menarik baginya, hingga rela berpindah dari perusahaan lampau yang menjadi pemimpin pasar. Di bawah kepemimpinannya, dan dukungan kualitas SDM organisasi, prestasi Nufarm kian menanjak, hingga menempati posisi 2 besar saat ini.

“Kesuksesan paling besar seorang pemimpin itu saat kita mampu mengembangkan SDM. Bukan dari jumlahnya, tapi kualitasnya,” ungkap Alwi. “Begitu SDM bagus, kinerja perusahaan menjadi baik. Dari situlah banyak perusahaan besar di Jepang, Eropa dan Amerika tertarik mempercayakan lisensi produk mereka untuk kami pasarkan. Itu suatu kebanggan,” lanjutnya.

Bukan ucapan semata, keberhasilan tersebut tampak dari prestasi Nufarm sebagai pemilik izin resmi untuk berbagai produk agrokimia unggulan Indonesia. Salah satunya adalah DiPel SC, pembasmi hama yang aman bagi manusia dan ramah lingkungan, serta telah berkontribusi dalam menjaga kestabilan produksi kelapa sawit, ekspor nomor 1 Indonesia.

Kerap terjun langsung ke lapangan, Alwi mengabadikan momen menuju daerah pedalaman di Sumatera Selatan.

Lelaki yang menjadi Chairman of Crop Protection Student Association semasa berkuliah ini menyadari, seorang pemimpin tak bisa menjadi menara gading yang kehadirannya tampak indah bagi beberapa penghuni, sementara di sekitar terhampar banyak orang yang tak pernah tersentuh. “Pemimpin itu perlu jadi panutan di depan, pendamping di samping, dan pendorong di belakang,” ujarnya. “Ketika kita katakan orang harus bekerja ikhlas, kita juga harus menunjukkan kita bergairah, menjiwai dan memberikan yang terbaik untuk suksesnya pekerjaan dan tanggung jawab kita.”

Bahkan di tengah tantangan Covid yang luar biasa dilematis, Alwi tak ragu mengutamakan safety karyawan, seperti mengupayakan WFH 100% dan memastikan setiap orang memperoleh coaching dari atasan untuk menjaga motivasi kerja. “Memang ada banyak resiko, apalagi persaingan sekarang luar biasa. Tapi ketika kita menjadikan safety karyawan sebagai prioritas tertinggi, mereka juga akan berusaha untuk bisa melakukan perubahan dan beradaptasi dengan tantangan yang ada, supaya goal tetap tercapai dengan menemukan aktifitas-aktifitas pengungkit yang sesuai dengan kondisi tantangan terkini,” ungkapnya.

“Saat sudah sampai di tingkat leadership yang baik, tim sudah bisa bekerja dengan sendirinya. Kita pun senang, karena walau kita tidak berada di tempat bersama dengan mereka, mereka tetap berkerja dengan maksimal.”

The Never Ending Learning

Perjalanan memimpin bagi ayah dua anak ini adalah sebuah journey. Di situ dibutuhkan kemampuan berkomunikasi, mempengaruhi, menstimulasi dan mempersuasi terus menerus. Karenanya, ia tak segan untuk aktif terjun bersama karyawan di lapangan, memberikan sharing ilmu, bahkan pelatihan dan coaching kepada karyawan serta terus mengikuti berbagai courses kepemimpinan, seperti Leading Strategic Growth dari Columbia Business School, Leading Through Change dari Harvard, serta menjadi Certified Coach Professional.

“Ketika di Prasmul, kita dapat the whole picture, dari situ kita akan menyadari bahwa kita perlu terus belajar,” ungkap Alwi. Pun bagi Certified Strategy Execution Professional tersebut,  harus dimulai dari membangun kekuatan tujuan atau purpose, nilai-nilai yang kuat, fokus dan membenahi strength, sebelum ditunjang oleh kemampuan strategic thinking dan eksekusi seputar business process.

Setiap orang itu pada dasarnya adalah pemimpin. Karena mau tidak mau, ia harus memimpin dirinya sendiri, sebelum memimpin orang lain, tim dan organisasi.

Alwi berpesan, “Siapapun yang ingin menjadi leader perlu mengembangkan curiousity untuk belajar dari siapapun, serta berlatih untuk memberdayakan orang lain.”

Gabriela Junisa Lasse

Add comment

Translate »