Cerita Prasmul
Kisah 2 Peraih Beasiswa Teruna Indonesia Timur

Kisah 2 Peraih Beasiswa Teruna Indonesia Timur

Saat diumumkan terpilih sebagai penerima Beasiswa Teruna Indonesia Timur (BTIT) dari S1 Prasetiya Mulya, Thomas (17) dan Irene (20) teringat lagi pada impiannya menjadi pengusaha. Meski pada awalnya kurang direstui orangtuanya, dengan tekad yang bulat keduanya berhasil meyakinkan hati orangtua untuk merantau ke Jakarta dan menimba ilmu bisnis di Prasmul.

“Di sini memang biasanya anak bungsu itu kebagian tanggung jawab menemani orang tua yang sudah tua, lalu sekolah atau kerja yang dekat dengan rumah, “ ujar Thomas, anak bungsu dari lima bersaudara ini.

Thomas, pemuda asal Kefamenanu
Thomas, pemuda asal Kefamenanu

Pemilik nama lengkap Over Prasetyo Thomas Djara ini memang punya cara lain untuk membahagiakan orangtuanya. Remaja kelahiran Kefamenanu, Timor Tengah Utara ini ingin bisa mandiri dan memberikan kebanggaan bagi orang tuanya dengan menuntut ilmu di salah satu kampus bisnis terbaik dan tertua di Indonesia. Ia merasa inilah jalan terbaik untuk mengejar cita-citanya sebagai pengusaha di bidang teknologi.

Namun, tantangan pertama yang mesti ia hadapi adalah meyakinkan ayahnya agar mengizinkannya ikut tes di Kupang.

Untuk mengikuti tes seleksi beasiswa di BSD yang berjarak sekitar lebih dari 2000  kilometer dari rumahnya, pemuda yang gemar traveling ini harus membujuk  satu per satu saudaranya kandungnya agar meluluhkan hati sang Ayah, Alfius Djara.   Dukungan pun datang dari kakaknya yang sedang kuliah di Yogyakarta. Restu itu tidak sia-sia karena  Thomas akhirnya mampu membuktikan diri lolos dalam seleksi beasiswa.

Sayangnya perasaan gundah kembali datang menjelang masa pendaftaran ulang Prasetiya Mulya.  Thomas bimbang pada pilihannya ini saat teringat tanggung jawabnya mengurus orangtuanya. Pasalnya, semenjak kedua orangtuanya berpisah, praktis hanya Thomas yang menemani ayahnya di rumah sementara kakak-kakaknya sudah merantau ke luar Kefamenanu untuk kuliah maupun bekerja. Tantangan untuk mendapatkan restu dalam merantau itulah yang diakuinya paling sulit.

Thomas dan Irene saat dijemput tim dari Prasmul
Thomas dan Irene saat dijemput tim dari Prasmul

Beruntung saat itu kakaknya kembali berhasil meyakinkan sang Ayah agar ia tidak melepas peluang emas  kuliah di Jawa.

 “Dari awal memang kakak  nomor tiga inilah yang memberitahu informasi beasiswa, dia juga yang menyuruh saya untuk serius mempersiapkan diri dalam tes potensi akademik,” ujar Thomas yang mendapat pujian dari teman-teman  sekolahnya.

Teman-temannya, lanjut Thomas, awalnya berfikir bahwa untuk ke Jawa saja susah dan untuk menuju ke sana harus ada hasil dulu baru berjalan ke sana.  “Kalau saya kan jalan dulu (ikut tes) baru ada hasil,” ujar peserta beasiswa yang dinilai oleh panitia seleksi memiliki kegigihan luar biasa.

“Saya sangat senang kalau bisa berbisnis di bidang teknologi,  saya ingin menimba ilmu dan pengalaman bekerja di perusahaan internasional dan akan kembali lagi ke NTT untuk membangun usaha,”  ujar Thomas seraya menyebutkan bahwa di daerahnya masih jarang perusahaan milik putra daerah yang bagus menggarap bidang teknologi, pertanian, dan seni.

a
Thomas bersama penerima beasiswa lainnya di Prasmul

Thomas percaya bahwa untuk mencapai cita-citanya itu diperlukan sebuah fokus. Agar tidak terjerumus pada hal-hal yang tidak bermanfaat, lanjut Thomas, maka waktu yang ada harus diisi dengan hal-hal yang positif. Pemilik hobi sepakbola, desain, dan bermusik ini mencontohkan  seperti giat dalam berbagai organisasi kerohanian untuk membina mental dan iman, organisasi kampus dan masyarakat untuk mengembangkan wawasan dan kepribadian. Dengan mengikuti organisasi ini, kaum muda dilatih untuk bekerjasama, peduli lingkungan, peduli sesama, disiplin, dan berani tampil.

DSC_0169
Thomas bersama ayahnya saat mengunjungi kampus Prasmul BSD

 

Menanggapi keyakinan putranya,  Alfius cukup bangga. Ayahnya pun kini percaya bahwa Thomas bisa membawa dirinya di Jakarta.

“Saya percaya dia itu pemuda taat agama, dulu aktif di persekutuan Kristen” ujar Alfius saat mendampingi Thomas  ke tempat indekost-nya di bilangan Serpong, Tangerang.

Kisah Irene

Irene asal Lobalain, Rote punya kisah yang tak kalah menarik. Saat menerima pengumuman kelulusan tes, ia merasakan sebuah keberkatan yang luar biasa. Sebelumnya, gadis berparas hitam manis ini mengaku telah mengurungkan impiannya untuk kuliah. Meskipun selama SMA ia selalu masuk kelas unggulan tetapi ia termasuk sebagai siswa yang kurang beruntung saat kelulusan.

Irene
Irene, gadis asal Alor

Penggemar mata pelajaran Kimia ini merasa sedih karena semua teman satu kelas unggulannya di SMAN 1 Lobalain berhasil melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi sementara ia dan saudara kembarnya tidak bisa karena terkendala biaya. Irene dan Irena pun tidak banyak menuntut karena mereka tahu kondisi ibunya seorang single parent yang banting tulang menghidupi keluarga sebagai guru sejarah.

“Mama lebih menyarankan saya dan adik bekerja untuk meringankan beban keluarga, ” ujar perempuan  yang sempat bekerja pada lembaga World Vision ini setelah impiannya kuliah di jurusan Pendidikan Kimia pupus.

Namun, nasib Irene berkata lain pada sebuah siang di tempat kerjanya. Saat itu  ia diberitahu tentang peluang kuliah oleh rekan kerjanya yang kebetulan melihat informasi tentang beasiswa Indonesia Timur di Facebook. Tanpa pikir panjang, Irene langsung mencari detail informasinya. Keesokan harinya ia pun langsung  mendaftar secara online dan mulai mengerjakan dua esai dalam bahasa Inggris yang dinilai untuk tahap seleksi berkas.

IMG_0228rsSaat menghadapi  tes di SMAK Giovani Irene mengaku tidak melakukan persiapan yang berarti.   Bersaing dengan 17 kandidat lainnya yang lolos seleksi berkas, Iren mengandalkan kemampuan logika dan analisisnya. Ternyata Iren masuk 3 besar.

 

Menurut Irene, mamanya sangat terharu saat mendengar dia bisa lulus.

            Mengambil jurusan Accounting di S1 Prasetiya Mulya, Irene optimis bisa beradaptasi dengan sistem pembelajaran di Prasetiya Mulya.  Ia punya strategi khusus agar cepat menyatu.  Sebagai contoh, agar bisa menggunakan text book dalam bahasa Inggris yang dipakai sehari-hari, Irene berusaha memperdalam lagi kemampuan bahasa Inggrisnya dengan belajar di luar kuliah.

Sembari kuliah,  penggemar berat Agnes Monica dan Mariah Carey ini juga ingin bisa terus mengembangkan hobi menyanyinya  lewat klub paduan suara. Ia berharap mengulang prestasinya dalam dunia tarik suara.

Irene dan Thomas menjadi mahasiswa yang bersyukur bisa mendapatkan beasiswa Teruna Indonesia Timur. senilai meliputi biaya pembangunan, biaya kuliah selama empat tahun, biaya hidup, dan buku.

 

Add comment

Translate »